[NC11-Win] Skandal tewasnya Nasrudin, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) 14 Maret 2009 setelah bermain golf di Modernland Tangerang masih membuat penasaran masyarakat, karena menyangkut tokoh penting yakni Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar yang dituding menjadi inspirator pembunuhan tersebut.
Sejauh ini polisi masih menahan Antasari atas tuduhan pembunuhan Nasrudin yang diduga sementara bermotif asmara. Rani Juliani, sang caddy girl di Padang Golf Modernland disebut-sebut menjadi pemicu skandal triangle love.
Berbagai teori pun bermunculan terkait isu tersebut. Ada yang menyebutnya kasus ini merupakan kejahatan konspirasi tingkat tinggi, ada yang menyebutnya kasus ini murni kasus pribadi antara Antasari dan Nasrudin. Berita update di media massa, pihak Polda Metro Jaya mengaku sudah memiliki kartu truff bukti keterlibatan Antasari.
Dua teori ini menjadi isu besar yang belum terungkap kebenarannya. Pihak keluarga Nasrudin memegang bukti atas Antasari salah satunya adalah hasil rekapan pesan singkat Antasari kepada Nasrudin melalui SMS (short message service). Pengacara Nasrudin menuding Antasari membunuh Nasrudin karena kredibilitasnya sebagai Ketua KPK akan terancam karena dia (Antasari) tidak ingin kasus perselingkuhannya dengan Rhani dibuka ke publik. Pakar intelejen dan para pejabat internal KPK membenarkan teori pembunuhan Nasrudin adalah perkara pribadi antara Antasari dan Nasrudin, tidak ada kaitannya dengan kejahatan konspirasi tingkat tinggi.
Berbagai Keganjilan
Yang jelas ada berbagai keganjilan dalam perkara tersebut. Jika disimak deretan perkembangan kasus tersebut dimulai dari 2008 lalu dimana Nasrudin dan Antasari berkenalan hingga 14 Maret 2009, terjadi kejanggalan. Pertama, keterlibatan dua orang penting seperti pengusaha Sigid Haryo Wibisono dan Williardi Wizar, mantan kapolres berpangkat komisaris besar yang diduga membantu Antasari dalam kasus pembunuhan Nasrudin menjadi salah satu alasan munculnya teori kejahatan konspirasi tingkat tinggi.Jika memang skandal buram ini sekedar pembunuhan triangle love, pertanyaanya mengapa kedua orang yang telah memiliki nama besar di negeri ini justru mau terlibat dalam kasus pembunuhan berlatar belakang kasus pribadi tersebut?
Kedua, munculnya isu bahwa para eksekutor dalam kasus tersebut dijanjikan akan menjadi anggota Badan Intelejen Negara (BIN) jika mereka berhasil menyelesaikan misi pembunuhan tersebut.
Di samping itu, para eksekutor sendiri merupakan orang-orang yang dalam perekrutannya telah terlatih untuk mengeksekusi target. Buktinya, eksekutor penembak mampu menyarangkan dua peluru tepat di kepala Nasrudin. Pembunuhan berencana tersebut terkesan sangat rapih.
Pertanyaanya adalah mengapa seorang pejabat seperti Antasari mau mengeluarkan dana sebesar 500 juta perak hanya untuk menyelesaikan misi pembunuhan tersebut, padahal ada banyak pembunuh profesional bayaran yang telah terlatih di negeri ini yang bisa dibayar dengan harga yang lebih murah dan pekerjaannya lebih rapih?
Ketiga, pengakuan istri Antasari, Ida Laksmiwati, yang mengaku sering mendapat ancaman dari pihak-pihak yang tidak diketahui terkait kasus korupsi serta sikapnya selama Antasari ditahan oleh polisi menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat.
Pertanyaan lain kembali muncul, seandainya berita tersebut benar, mengapa istri Antasari masih mau membela sang suami tercinta padahal, cintanya telah “dimadu” oleh Antasari, bahkan masih setia saja mengunjungi ke sel tahanan?
Kejadian lain yang agak janggal, belum terbukti Antasari bersalah, pihak keluarga Nasrudin malah mencak-mencak “menyuruh” agar Antasari mengakui perbuatannya. Kejadian ini memicu kesimpulan meskipun agak empiris, seolah-olah ada pihak “ketiga” yang sengaja memanasi pihak keluarga Nasrudin. Seandainya pihak keluarga Nasrudin bijak apalagi diselimuti suasana duka seharusnya mereka membuat statement bahwa mereka sepenuhnya percaya kepada pihak penegak hukum untuk memprosesnya. Bagaimanapun, azas praduga tak bersalah adalah salah satu hakekat penting dunia hukum kita. Publik makin bertanya-tanya ada apakah yang sebenarnya?
Ancaman bagi seorang penegak kebenaran di negeri ini masih menjadi isu besar yang tidak pernah terungkap di negeri ini. Salah satunya adalah kasus almarhum Munir, walaupun pemerintah mengaku telah menangkap pelaku pembunuhan tersebut namun, publik masih menganggap kasus tersebut masih floating alias mengambang.
Teori Kemungkinan
Teori-teori kemungkinan selalu muncul menarik dalam setiap kasus apapun yang terjadi di dunia ini. Pengkambinghitaman, misalnya, menjadi salah satu alasan munculnya teori kemungkinan skandal tewasnya Nasrudin. Peluang Antasari sebagai kambing hitam dari semua ini bisa saja terjadi, namun semestinya kita tetap mewaspadai rumor besar di balik semua isu skandal pembunuhan tersebut.Bagi publik intelektual pasti akan menilai, pada saat Ketua KPK tersandung kasus ini sesungguhnya kredibilitas pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) otomatis juga dipertanyakan, apalagi menyangkut upaya pemberantasan korupsi di negeri kita tercinta yang dianggap masih menempati urutan pertama negara terkorup di Asia.
Di sisi lain, perlu diwaspadai, perkembangan teknologi saat ini sudah sangat pesat, alat bukti apa pun bahkan bisa direkayasa/disembunyikan seperti foto, video, rekaman penyadapan suara, bahkan, tidak menutup kemungkinan pesan singkat melalui SMS pun bisa dimanipulasi bahkan data-data teknis lainya disembunyikan atau dieksploitasi. Di era digital supercepat saat ini, hampir tidak ada yang mustahil untuk dilakukan.
Kedua teori di atas secara prinsip saling bertolak belakang, masih belum diketahui kebenarannya. Namun demikian, setidaknya kita bisa sekilas menggambarkan skematik teori kemungkinan pada “otak” si pelaku sesungguhnya. Kita sebagai masyarakat hendaknya tidak bersikap apriori namun, dari kasus ini kita mesti tetap terus kembali mengawasi dan membantu tugas utama KPK yakni pemberantasan korupsi serta tetap mewaspadai isu besar di balik kasus pembunuhan ini, tidak menutup kemungkinan isu ini hanya merupakan pengalihan dari isu besar yang mungkin ingin disembunyikan dari publik.
Namun, kita tidak menutup mata dan telinga atas berita yang beredar. Negeri ini tidak hanya sekali menghadapi kasus ini. Zaman Orde Baru sering kali ditemui kasus yang serupa bahkan banyak yang belum terungkap hingga saat ini. Esensi benar dan tidaknya skandal pembunuhan tersebut hendaknya tidak meruntuhkan kepercayaan kita kepada KPK sebagai organisasi milik rakyat yang sudah kepalang tanggung “diakui dan dipercayai” eksistensinya.
Mudah-mudahan pendapat Jaksa Agung Hendarman Supandji yang pernah menyatakan kasus Antasari tidak serumit kasus Munir, betul-betul demikian adanya. Maknanya, semoga kasus tewasnya Nasrudin dan status Antasari secepatnya tuntas jangan sampai menimbulkan conflict of interest atau malah mengambang lagi.
Daniel Saut Goeltom, SSi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar