[NC11-Win] Sebagai seorang pengguna pil KB, Nyonya B (32 tahun) begitu khawatir setelah mengikuti sebuah seminar tentang stroke yang mengaitkan antara penggunaan pil KB dengan risiko terjadinya stroke.
Ny B cukup cemas dengan apa yang didengarnya sehingga mendatangi langsung dokter langganannya. Ia terbayang akan almarhum ayahnya yang meninggal akibat stroke. Ia bertanya kepada dokter 'Apakah benar pil KB meningkatkan risiko stroke?'
Ketakutan Ny. B sangatlah beralasan. Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga (setelah penyakit jantung dan kanker), dan penyebab kecacatan yang utama.
Stroke tidak hanya memberikan dampak bagi penderitanya, namun mempengaruhi pula aspek psikososial keluarga penyandang stroke. Stroke dapat terjadi pada orang yang memiliki faktor risiko stroke.
Faktor risiko stroke ada yang dapat dimodifikasi, tapi ada pula yang tidak dapat dimodifikasi. Usia tua, jenis kelamin laki-laki, ras, dan riwayat keluarga stroke merupakan faktor risiko stroke yang tidak dapat dikendalikan.
Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi adalah hipertensi, diabetes, dislipidemia (kelainan lemak dalam darah), merokok, obesitas, kurang aktivitas fisik, gangguan tidur dan sebagainya.
Pemahaman akan faktor risiko stroke yang dapat dikendalikan akan sangat membantu upaya pencegahan stroke. Salah satu faktor risiko stroke yang banyak mengemuka dan memancing kontroversi adalah penggunaan kontrasepsi oral.
Beberapa penelitian terdahulu memang menunjukkan adanya hubungan antara penggunaan pil KB dengan risiko stroke (Lidegard, dkk, 1993, Bushnell, dkk, 1999).
Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa perempuan yang menggunakan pil KB memiliki kejadian stroke yang lebih tinggi daripada kelompok yang tidak mengunkaan pil KB.
Peningkatan faktor risiko tersebut terutama teramati pada pengguna pil KB generasi awal yang mengandung 50 mg estradiol. Sedngkan pil KB yang tersedia saat ini mengandung estradiol dalam jumlah yang lebih rendah.
Kekhawatiran tersebut semakin mencuat dengan adanya laporan peningkatan kejadian sumbatan pembuluh darah pada para wanita pengguna pil KB (Martinelli, dkk, 1998).
Beberapa penelitian yang lebih baru dengan jumlah subyek yang lebih banyak tidak menunjukkan adanya peningkatan risiko stroke pada pengguna pil KB.
Penelitian Chan, dkk (2005) menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang mendukung bahwa risiko stroke lebih tinggi pada para pengguna pil KB.
Hal tersebut didukung pula oleh berbagai penelitian lain. Tidak ada pua bukti yang memperlihatkan bahwa pil KB meningkatkan risiko stroke perdarahan. Kejadian stroke antara pengguna pil KB dan bukan pengguna pil KB adalah sebanding.
Berbagai kontroversi tersebut dijawab oleh Perhmpunan Stroke diAmerika Seriakt (2007) yang menyatakan bahwa peningkatan risiko stroke akibat penggunaan kontrasepsi oral hormonal (pil KB) sangatlah rendah.
Gillum, dkk (2000) memberikan catatan bahwa risiko stroke pada para pengguna pil KB akan lebih tinggi pada kelompok tertentu. Kejadian stroke pada pengguna pil KB akan lebih tinggi pada wanita yang berusia lebih dari 35 tahun dan atau menderita hipertensi, diabetes, nyeri kepala migren, merokok, atau pernah mengalami penyakit sumbaan pembuluh darah.
Bagaimana perempuan harus menyikapinya?
Kekhawatiran berlebihan seperti yang dialami Ny. B tidaklah beralasan. Bukti-bukti ilmiah yang ada memperlihatkan bahwa peningkatan risiko stroke akibat pemakaian pil KB sangatlah rendah.
Pil KB yang saat ini ada di pasaran tidak mengandung estradiol dalam jumlah yang berlebihan pula. Kewaspadaan akan berbagai faktor risiko stroke yang lain misalnya hipertensi, diabetes, kolesterol darah yang tinggi perlu untuk ditingkatkan.
Peningkatan risiko stroke akibat penggunaan pil KB akan bertambah pada para wanita yang memiliki karakteristik berikut: (1) berusia lebih dari 35 tahun, (2) menderita hipertensi, (3) menderita diabetes, (4) menderita nyeri kepala migren, (5) merokok, dan (6) memiliki riwayat penyakit sumbatan pembuluh darah.
Jika wanita memiliki 1 atau lebih karakteristik di atas maka dianjurkan untuk menggunakan alat kontrasepsi yang lain. Hal ini tentulah harus didiskusikan dengan dokter dan petugas kesehatan yang menanganinya. Pengambilan keputusan sangatlah bersifat individual dan disesuaikan dengan harapan pasien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar